Bukan Hanya Sekedar Truk Pengangkut

Truk Pengangkut di  Jalan Menuju Daerah Kendawangan

Mengapa ini dikatakan bukan hanya sekedar truk pengangkut? Karena, dalam perjalanan ini begitu banyak truk-truk yang mengangkut tandan buah segar kelapa sawit. Tak heran, kalau jalan-jalan menuju ke Daerah Kedawangan begitu banyak yang berlobang. Jalan yang jaraknya kurang lebih 90an km itu harus ditempuh sampai 5 jam apabila kita menggunakan kendaraan mobil.
Siapa yang akan bertanggung jawab, ketika jalan ini mengalami kerusakan yang cukup berat? Mungkin juga perusahaan-perusahaan tersebut, mungkin juga tidak. Pastinya Pemerintah Daerah setempat yang secara penuh bertanggung jawab soal pembangunan dan perbaikan jalan tersebut.
Hingga, anggaran di daerah akan dihabiskan untuk infrastruktur seperti ini, terus-terus dibangun dan terus-terus diperbaiki. Dan, apakah sumbangan dari perusahaan-perusahaan yang sudah masuk ke daerah kita ini cukup untuk membangun daerah, dibandingkan kerusakan yang ada? Tentunya masih menjadi tanda tanya besar, karena kalaulah kita kaji, tidak sedikit Perusahaan yang beroperasi daerah ini, daerah-daearah yang menuju ke Kendawangan tersebut.
Belum lagi, dengan jumlah perusahaan yang begitu banyak tersebut yang seharusnya bisa memberikan kesejahteraan masyarakatnya. Selain dapat dari perkebunan kelapa sawit, masyarakat bisa saja bekerja di pertambangan dan lain sebagainya. Namun menurut Pak Maran di Dusun Sukarya Desa Mekar Utama, jangan terbujuk rayu dengan bangunan-bangunan yang ada disini, masyarakat yang ada disini malah bingung mau kerja apa.
Ketika perusahaan  pertambangan sudah tidak beroperasi lagi, apa yang mau diolah di lahan-lahan bekas tambang tersebut. Sementara PT PAL begitu banyak kubangan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja, adapun yang telah dilaukan baik PT Harita maupun PT PAL tidak maksimal kata Pak A. Cuih Dusun Klukup Blantak. Adapun perusahaan perkebunan seperti PT Gunajaya Karya Gemilang yang beroperasi dari 2007 sampai sekarang masyakarakat malah belum dibagikan plasma dan juga mengetahui letak plasma nya kata Pak Agung.
Melihat persoalan seperti ini, paling tidak masyarakat bisa belajar mengenai pengelolaan wilayahya masing-masing. Mana yang menguntungkan, mana yang tidak! Mana yang berkelanjutan, mana yang tidak. Padahal, jauh sebelum Negara ini ada masyarakat sudah mengelola wilayahnya secara lestari. Semisal dengan model atau sistem pengelolaan Tembawang oleh Masyarakat Adat, khususnya masyarakat Dayak. Lucu juga, ketika ini sudah dijaga dan dipertahankan dengan baik, setelah masuknya investasi masyarakat hanya menjadi buruh di tanahnya sendiri.