Situs Ini Bukan Situs Internet

Rumah Betang, Peninggalan Suku Dayak

Hamba Tak Bertuan

Lokasi Lahan Sawit di Daerah Kendawangan, Ketapang

Topeng Budaya Kematian

Foto Buku'ng Mangar

Bukan Hanya Sekedar Truk Pengangkut

Truk Pengangkut di Jalan Menuju Daerah Kendawangan

Dari Sejak Dini Berikan Pengetahuan Tentang Konservasi #konservasi

Keindahan Alam dan Satwa di Desa Kualan Hilir

Sakit, Siapa Takut?

Ilustrasi 
Hidup sehat adalah dambaan setiap insan, semua orang pasti menginginkan yang namanya hidup sehat, hidup tanpa gangguan dari jenis penyakit apapun. Kesehatan merupakan jaminan bagi kita semua untuk bisa melakukan aktifitas-aktifitas yang akan kita lakukan, sehingga tidak ada kendala yang bisa mengganggu kenyaman dalam beraktifitas yang akan kita lakukan.
Harapan-harapan tersebut tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Dan, tidak bisa dipungkiri penyakit-penyakit akan datang menyerang, menggangu kesehatan, dan mengusik segala macam aktifitas tersebut. Apalagi penyakit tersebut cukup susah untuk di obati dan lebih parahnya penyakit tersebut adalah penyakit menular.
Tentunya tidak asing lagi dengan penyakit menular yang satu ini, merupakan penyakit yang cukup mengganggu kita semua. Mungkin itu bisa terjadi di lingkungan anda, dan terjadi dirumah tangga anda sendiri. Penyakit ini bisa saja menyerang manusia yang ada disekitar/lingkungan tersebut. Merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh manusia yang hidup di muka bumi ini yaitu  penyakit TB/Tuberkulosis.
Analogi semua orang tentang penyakit TB/Tuberkulosis  merupakan penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan. Segala usaha dilakukan untuk mengobati penyakit jenis ini,dengan berbagai jenis obat apapun tetap saja tidak bisa diobati. Hingga, tak jarang penderitanya kurus kering dan sampai meninggal dunia.
Apalagi di kampung untuk memberikan pengobatan kepada orang yang menderita penyakit ini sangatlah sulit. Apapun yang akan dilakukan sangatlah susah untuk dapat pertolongan. Belum lagi memikirkan soal pembiayaan yang begitu mahal harganya.
Namun, kita semua tidak perlu takut atas berbagai persoalan tersebut di atas. Saat ini penyakit TB/Tuberkulosis yang kita takutkan sudah ada obatnya, obatnya gratis lagi. Gagasan yang dibangun oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ini dan sudah diakui di tingkat dunia. Penderita penyakit tersebut dapat pengobatan secara gratis dan ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Jadi, tidak perlu takut lagi, cukup datang ke Puskesmas terdekat untuk diagnosa. Diagnosa yang diberikan juga gratis, apabila dikethui menderita penyakit tersebut dapat obat secara cuma-cuma. Informasi lebih lanjut bisa kunjung di TB Indonesia.


Lahan Modal Utama Para Petani



Foto Laman Tembawang, Lahan Kebun Milik Kang Henrik
Tulisan ini ditulis ditulisan ini sebenarnya ditulis kisaran tengah malam, tepat pada pukul 11.55 wib seperti terlihat di atas. Kondisi malam sudah begitu sepi, yang ada hanya suara jangkrik dan percikan air saja. Malam yang tidak pernah terbayangkan begitu sunyi dan sepi yang sangat mencekam. Tapi, perasaan ini ingin sekali menuangkan segala kemelut dengan ditumpahkan pada secarik kertas yang kosong ini.
Menulis itu bukan sekedar tuntutan, juga bukan karena mau pamer atas apa yang kita miliki. Tapi menulis adalah jiwa yang tidak pernah akan habis-habisnya sampai waktu ini juga berhenti. Menulis itu juga bukan sekedar hoby tapi menulis itu sebuah kebutuhan agar semua unek-unek kita itu tersalurkan, tertumpahkan dan terdokumentasikan dengan baik.
Walaupun tengah malam, saya ingin berbagi seputar pengalaman yang sebetulnya sudah jelang berapa waktu yang lalu. Tujuannya sebenarnya supaya ini mudah dan selalu diingat, karena kalau sudah kita upload di internet pasti tidak akan terhapus. Kita manfaatkan saja fasilitas yang ada ini, dari pada terbuang begitu saja.
Tertanggal 24 Maret 2014, adalah perjalanan pertama menuju tempat ini, yaitu di Desa Sungai Besar, Kecamatan Matah Hilis Selatan. Tidak tau apakah orang yang dituju tersebut ada ditempat atau tidak, karena waktu dihubungi handphone nya tidak aktif. Nama orang tersebut adalah Hendrik, kita sapa Kang Hendrik, saya ikut-ikutan saja panggilnya. Mungkin karena atas dasar ketemu sesama Bandung, di daerah Cianjur jadi panggilannya pakek akang gitu.
Perjalanan ini selain untuk belajar, juga menemani dua orang teman yang datangnya dari pulau yang cukup jauh. Mereka adalah Dr. Laksmi Adriani Savitri, M.Si seorang Dosen ahli antropologi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan Mas Yudi tidak tahu betul nama lengkapnya seorang mahasiswa S2 di Sanata Darma. Sampainya di Sungai Besar karena bertanya-tanya sama orang-orang di daerah tersebut, rumah Kang Hendrik akhirnya ketemu.
Kang Hendrik ini adalah transmigrasi dari Jawa Barat, tepatnya di Cianjur kebetulan satu daerah dengan Dr. Laksmi Adriani Savitri, M.Si. Sampai di rumah Kang Hendrik, kita betul-betul dijamu dengan luar biasa baiknya, baik makan dengan segala hidangannya maupun minum-minumannya. Sekali ditanya kenapa nomor hp Kang Hendrik tidak aktif, ternyata sekali di cek emang nomornya salah. Membuat kita yang ada dalam rumah tersebut pada ngakak.
Di Sungai Besar tersebut tidak tinggal diam karena diberikan lokasi sekitar 2 ha oleh Pemda Kabupaten Ketapang. 1 Ha ditanami oleh Kang Hendrik Sawit, dan 1 ha nya lagi ditanami sayur-sayuran. Di tempat ini potensi yang utamanya lahan, jadi itu modal utama yang dimiliki oleh masyarakat yang ada. Tinggal maunya kita, ini akan diolah untuk menanam apa saja dan bisa menghasilkan uang, kata Kang Hendrik.
Sementara menuggu sawit yang ada sampai masa panennya, Kang Hendrik mengolah tanah-tanah yang ada dengan aneka sayuran-sayuran, dan juga membuat pembibitan sawit di pekarangan rumahnya. Bibit sawit tersebut apabila ada yang mesan diperjual belikan oleh Kang Hendrik, dan merupakan bibit yang ada sertifikat karena didatangkan dari Medan. Oleh karena sawit yang ditanam tersebut milik pribadi, apabila dipanen nantinya cukup untuk kebutuhan hidup ukuran keluarga kecil-kecilan, kata Kang Hendrik.
Sebenarnya Petani di Indonesi ini bisa kaya, dengan catatan lahan-lahan yang ada perkebunan kelapa sawit dan lain sebagainya itu tidak dikuasai. Ketika Petani yang memiliki lahan tersebut dan memproduksi hasil dari lahan itu, sudah pasti makmur hidupnya. Perusahaan cukup dengan mengolah hasil dari produksinya saja,   sambung Dr Laksmi Adriani Savitri, M.Si.
Tapi intinya, kita yang masih punya lahan sebaiknya dipertahankan dengan sebaik-baiknya. Karena, itulah modal utama bagi para Petani agar bisa berlangsung secara terus-menerus. Satu sampai dua hektar pun apabila itu milik kita sendiri, ketika sudah menghasilkan juga untuk diri kita sendiri. Contoh, seperti yang Kang Hendrik lakukan. Dengan segala potensi yang kita miliki, yakinlah bahwa kita bisa mendapatkan yang kita inginkan dikemudian hari. Semua itu, asal kita tekun melakukannya dan terus belajar dengan giat, alhasil kita akan memetiknya.




Hamba Tak Bertuan

Foto Laman Tembawang, Lahan Sawit di Daerah Kendawangan, Ketapang

Dulu kami bisa menari dan bernyanyi disini
Kami bisa memukul gendang dan gamelan 
Kami bisa meracik reramuan tanda penghormatan
Kami bisa memberikan polesan tanaman-tanaman lokal

Membuat segalanya terasa indah
Seindah Putri dari kayangan, 
Lebih indah dari petikan gitar dan piano
Juga sepucuk tumbuhan yang tak berkawan

Keindahan itu telah sirna 
Sirna ditelan tangan dan kaki besi
Tangan kotor tapi tanpa rasa malu
Membersihkan dan menghilangkan jejak ini

Kami dibuatnya tak berdaya
Tak berdaya dirumah kami sendiri 
Sebab ada para mesin-mesin bersenjata
Membuat kami seperti para tawanan

Tawanan dari tuan mereka
Tuan yang pernah memberikan janji
Janji yang penuh dengan misteri 
Janji yang malah mencoba mengusir kami

Membuat kami menjadi hamba
Hamba yang tak berdaya
Hamba yang menjadi peminta-minta
Hamba yang tak dipedulikan Tuannya

Situs Ini Bukan Situs Internet



Gedung Pertemuan Bina Utama
Konsep rumah betang (rumah panjang) hampir tidak diketemukan lagi khususnya di Kalimantan Barat. Adapun, paling bangunan-bangunan yang menyerupai seperti rumah betang tersebut. Seperti ditemukan di Gedung Pertemuan Bina Utama milik pastoran Payak Kumang Ini, yang mana bangunannya menyerupai rumah betang, dan banyak lagi bangunan-bangunan yang seperti ini. Namun, ada yang hilang di dalam bangunan-bangunan tersebut, yakni penghuninya. Karena, konsep rumah betang yang dimiliki oleh Suku Dayak umumnya bukan sekedar bangunan saja, tapi juga kehidupan manusia di dalam bangunan tersebut.
Ini sebenarnya mengisyaratkan bahwa konsep rumah betang yang dulu dimiliki oleh Suku Dayak sudah hampir hilang. Konsep rumah betang disini maksudnya, kolektifitasnya yang dibangun secara bersama-sama tanpa memandang siapa orang tersebut, apa kedudukanya, dan juga strata sosialnya. Disini hidup semua orang yang saling support satu sama lainnya, saling tolong menolong, saling memperhatikan, dan peduli satu sama yang lainnya. Pun, sampai pada tingkat penguasaannya bahwa kepemilikan atas tanah, hutan dan kekayaan alam lainnya dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat dan untuk keperluan bersama.
Maka, masih menyisakan kepemilikan tersebut dalam sistem pengelolaan Tembawang Masyarakat Suku Dayak umumya. Hal ini mengartikan bahwa tempatnya yang ada tembawang tersebut adalah sebagai situs terakhir Suku Dayak umumnya. Karena, di tempat yang ada Tembawang tersebut pernah hidup sekelompok manusia dalam rumah betang ataupun kampung lama dulunya. Tembawang ini yang menjadi kepemilakan bersama oleh kelompok masyarakat. Kemudian, ketika itu dijual atau ditukar dengan barang lainnya menjadikan ini milik individu tertentu.
Berangsur-berangsur konsep yang ada seperti ini semakin hilang, dari rumah betang yang manusianya masih hidup berkelompok sampai pada bangunan-bangunan individu ataupun kepemilikan perorangan yang ada sampai sekarang. Disini mulai ada pengikisan kebersamaan yang dibangun oleh masyarakat yang ada di sekitar ataupun di lingkungannya terlepas sudah tidak hidup dirumah betang lagi seperti dulu kala.
Dulu, sekitar 20 tahun kebelakang kolektifitas seperti ini masih bisa terlihat antar warga satu sama dengan yang lainnya. Semisal, ketika tidak ada Cabai ataupun barang makanan lainnya kita boleh ngambil atau minta ditempat orang yang lainnya tanpa harus membayar sepeserpun. Hal ini terjadi secara bergulir, ketika orang lain tidak punya dan yang satunya punya maka saling berbagi satu sama dengan yang lainnya. Kalau misalnya ada yang dapat Lauk hasil buruan, yang lainya dapat bagian juga.
Jadi, yang perlu dipertahankan dan dijaga sekarang adalah situs terakhir (Tembawang) yang dimiliki oleh Suku Dayak tersebut. Karena, kalaulah situs terakhir ini sudah tidak ada lagi atau hilang maka identitas masyarakat akan lenyap. Kehidupan Sosial, Budaya bahkan Ekonomi yang terkandung di dalam Tembawang tersebut juga akan hilang. Maka, perlu untuk dipertahankan sistem Tembawang Masyarakat ini. Semoga sekelumit tulisan ini memberikan sumbangan serta manfaat bagi kehidupan manusia yang ada di Negeri ini.